Dilansir Dari Media Lensafakta.com
PURWAKARTA || Pena bhayangkara
Setelah ramai didunia maya pemberitaan terkait dugaan penyelewengan anggaran Banprov dan Dana Desa di desa Cidahu, Pasawahan, Purwakarta nampaknya masih diatas angin. Bagaimana tidak, hingga saat ini desa Cidahu masih bergeming dan merasa “aman-aman” saja.
Padahal, hasil investigasi dan penelusuran tim kami dilapangan, uang puluhan juta yang diberikan melalui dana Bantuan Provinsi untuk pembangunan gedung BPD / Bamusdes jelas-jelas fiktif dan tak ada wujudnya. Begitu pula pembangunan irigasi di desa tersebut yang dialokasikan dari Dana Desa 2024 pun tak luput jadi sorotan, pasalnya dari data LPJ yang kami ketahui, desa Cidahu sudah melaporkan pembangunan sektor irigasi itu dengan sepenuhnya, sementara itu fakta dilapangan hanya pengerjaannya baru sekitar 40% saja, lalu kemana kiranya uang tersebut digunakan?? dimana fungsi BPD itu sendiri serta pengawasan anggarannya??
Adakah Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) dari desa Cidahu itu hanya oret-oretan belaka sementara realisasinya tidak demikian adanya?? Siapa yang tau.
Sangat disayangkan, bahkan setelah viral pun, desa Cidahu memilih bungkam dan tak memberikan klarifikasi apa-apa seakan mereka sudah “kebal” hukum dan “tebal” muka, apakah hal tersebut bisa kami asumsikan kalau desa Cidahu sudah memiliki “korelasi” dan “koneksi” yang “kuat” dengan pihak-pihak terkait dan pihak berwenang??? Kami akan melakukan pendalaman terkait ini.
Sebelumnya, warga desa Cidahu mengeluhkan akan kinerja kepala desanya, Enjang Heligaos, banyak hal yang dinilai warga kalau Kades mereka tidak ada keterbukaan dalam mengemban amanah sebagai orang nomor satu di desa, termasuk dalam hal merealisasikan Dana Desa yang seharusnya untuk kemaslahatan warganya. Manfaat Dana Desa pun diakui warga tak banyak dirasakan semenjak sang Kades Enjang menjabat. Desa yang masih terbilang minim pembangunan dan pengembangan tentunya menjadi perhatian masyarakat. Padahal setiap tahunnya Dana Desa digelontorkan triliyunan rupiah oleh pemerintah pusat untuk pengembangan suatu desa masing-masing wilayah seluruh republik Indonesia.
Kita tidak lagi berbicara tentang undang-undang, karena tentunya APH dan pihak terkait sudah sangat fasih dengan hal ini, kita sedang berbicara tentang nurani dimana uang negara uang rakyat (melalui Dana Desa dan Banprov) yang harusnya digunakan untuk kemajuan suatu desa demi kemaslahatan rakyat diduga disalahgunakan (baca : dikorupsi) dan tidak direalisasikan sebagaimana mestinya, namun (yang kami ketahui) hingga saat ini belum ada tindakan dari pihak terkait yang berwenang.
Mirisnya, korupsi di Ibu Pertiwi sudah menjadi tradisi, hal yang seharusnya tabu menjadi makanan sehari-hari, bahkan tak sedikit kita dengar pemberitaan banyak APH dan dinas-dinas terkait yang seharusnya menjadi pengawas dan penindak justru ikut “nyemplung” kedalam lumpur dengan (diduga) menerima suap atau gratifikasi (salah contoh) dari oknum-oknum kades nakal, separah itukah penegakan hukum di Ibu Pertiwi sehingga untuk mengungkap sebuah kasus harus DIVIRALKAN dulu baru akan ada tindakan, atau bahkan tidak sama sekali? Kenapa???
Sumber :
(Rendy Rahmantha Yusri, A.Md., CLDSI)
(Red)